Komitmen dan Hidup

Hollaa, rindukah kalian setelah hampir dua minggu tak temu denganku? *kemudian ditendang bebas* Maklum, setelah kata liburan sudah ada ditangan, bergegas deh ke Bandung buat nemenin sepupu tercinta aka Indy. Selama disana nemenin Indy diskusi umtuk ekspedisinya ke Maluku. Indy itu ikut kegiatan MAHITALA jadi sekaarang lagi usaha keras buat mewujudkan ekspedisinya *mohon doa dan dukungannya buat Indy dkk ya*

Skip alasan liburan ini….sekembalinya dari Bandung entah mengapa terlalu banyak kejadian yang bahkan ga bisa dijelasin dengan kata-kata. Mulai dari pikiran aku tentang suami masa depan. Mungkin ajakan aku dapetnya duda, sama seperti papi. “Yaaa, puji Tuhan dapatnya lajang, tapi ga masalah juga kalau duda” itu hasil pemikiran aku sendiri. Kalau aku mendengar kata duda, kata pertama yang terlintas diotak adalah “KOMITMEN”. Mungkin bagi mereka yang memegang teguh nilai dan arti suatu hubungan seperti pernikahan, kata komitmen ini sangat dipegang teguh oleh empunya pemilik hubungan. Komitmen itu tidak mudah untuk dijalani untuk sebagian orang, termasuk aku. Kenapa? Aku sudah terlalu sering melihat kegagalan dalam komitmen yang dijunjung tinggi oleh mereka. Bukan berarti ga percaya dan gamau punya komitmen. Mau dan percaya, kalau komitmen yang tinggi itu tetap ada, aku tentu masih percaya. Bukti, oppa dan oma yang bisa bertahan sampai maut yang memisahkan. Zaman sekarang, orang bisa dengan mudahnya berucap kata cerai atau jika ada masalah, beberapa diantaranya akan kabur dari rumah dan kembali ke rumah orang tuanya. OMG, that shit! Dad told me about it in many times. “Jika ada masalah dengan pasangan, jangan pernah sekali-sekali pulang kerumah orang tua. Malu ci, kan udah sama-sama tua, harusnya mampu berpikir dewasa” yah seengganya kata-kata papi masih aku pegang sampai sekarang walaupun aku belum menikah ya. Seengganya ada beberapa pelajaran yang aku harus tau sebelum aku memulainya.

Bagaimana perasaan orang-orang yang gagal berkomitmen? sampai saat ini aku tetap ga tau, kalau lihat dari lingkungan yang terdekat sih yang terlihat seperti kecewa, malu, marah, kesal, yahh perasaan negative. Tapi emang ya PERASAAN KEHILANGAN ITU LEBIH BAJINGAN SETELAH PENGHARAPAN. please, dont get me wrong. just say it LOL. Tapi bener deh, aku pernah bertemu dengan seorang ibu yang gagal dalam pernikahannya, marah itulah perasaan yang ia hadapi. Jadi terkadang untuk memerangi rasa kehilangan akibat dari gagalnya komitmen tersebut, dia lari ke dunia malam. Menghabiskan waktu tiap malam bersama dengan lelaki yang berbeda tiap harinya.

Tapi ada juga yang mengalami gagal komitmen, dan dia masih terbuka dan menghargai keputusan yang telah dibuat. Buat aku, itu sesuatu yang tidak mudah untuk dijalani. Tapi nyatanya tetap ada kok orang yang seperti itu dan aku sangat menghargai mereka yang mampu menghargai keputusan yang telah dibuat. For God’s sake, that man really awesome LOL Terkadang menghargai sesuatu yang telah terjadi itu sulit, lebih mudah untuk tetap berkutit dalam penyesalan yang ada. yah, namanya juga hidup. manusianya punya kepribadian yang berbeda-beda.

Tinggalkan komentar